Sumbawa Besar–Keberadaan TNI dan Polri pada Pemilihan Serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024 (Pilkada, red), juga menjadi target atau objek pengawasan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Hal tersebut dikemukakan Komisioner Bawaslu Kabupaten Sumbawa–Sanapiah, kepada media ini, Rabu 5 Juni 2024.
Menurutnya bahwa pada Pilkada serentak Bawaslu Secara Tugas, Fungsi dan Kewenangannya akan terus mengawal demokarasi demi terciptanya pemilihan serentak yang aman, damai dan berintegritas.
Bawaslu dalam melakukan pengawasan dan penanganan pelanggaran, selalu mengutamakan langkah-langkah pencegahan. “Seperti saran perbaikan, imbauan, sosialisasi dan koordinasi merupakan sebagian dari langkah pencegahan yang dilaksanakan oleh Bawaslu Kabupaten Sumbawa,” jelasnya.
Dalam Hal Netralitas, TNI/POLRI tandasnya, juga tidak lepas dari pengawasan Bawaslu, sama halnya dengan Kepala Desa dan ASN.
Sanapiah menjelaskan bahwa
larangan bagi Anggota Kepolisian Republik Indonesia dalam Tahapan Pemilihan sebagaimana dimaksud
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 28 Ayat (1) berbunyi bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik.
Berdasarkan ketentuan penjelasan Undang-Undang tersebut, Pasal 28 Ayat 1 berbunyi bahwa “Yang dimaksud dengan bersikap netral adalah bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia bebas dari pengaruh semua partai politik, golongan dan dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik”.
Sedangkan Larangan bagi Tentara Nasional Indonesia juga diatur pada
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, sebagaimana pasal 2 huruf (d) yang berbunyi bahwa “Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi”.
“Untuk diketahui, sanksi pelanggaran netralitas TNI/POLRI ada 2 yaitu Pelanggaran Undang-Undang Lain (Kode Etik) dan Pidana. Dalam Hal pelanggaran Kode Etik, maka Bawaslu hanya merekomendasi pelanggaran tersebut ke tingkatan diatasnya, sedangkan untuk pelanggaran Pidana akan ditangani oleh Sentra Gakkumdu. Jadi, pelanggaran Kode Etik tidak menggugurkan sanksi pidana, begitu pula sebaliknya,” tegas Komisioner Bawaslu Sumbawa.
Sebagaimana sambungnya, pada pasal 71 Undang Undang 6 Tahun 2020 Ayat (1) bahwa “ Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon ”.
Pelanggaran pada Pasal tersebut tegasnya adalah murni sanksi Pidana Pemilihan.
Sanksi Pidana yang dimaksud Pada pasal 71 UU 10 Tahun 2016 pada Pasal 187 angka 6 adalah “Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
“Melihat dari banyaknya aturan tersebut, jelas bahwa TNI/POLRI selain bertindak sebagai dalam hal pengamanan Pemilu/Pemilihan, maka TNI/POLRI wajib bersifat Netral,” ujarnya.
Karena itulah kata Sanapiah bahwa Bawaslu Kabupaten Sumbawa tidak henti-hentinya melakukan sosialisasi dan imbauan kepada seluruh anggota TNI?POLRI agar bersifat Netral dalam Pemilu dan Pemilihan, khususnya Pemilihan Serentak Tahun 2024 di Kabupaten Sumbawa pada khususnya dan Provinsi NTB pada umumnya.(BS)